Sungguh telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an betapa pentingnya peran
wanita, baik sebagai ibu, istri, saudara perempuan, mapun sebagai anak.
Demikian pula yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya.
Adanya hal-hal tersebut juga telah dijelaskan dalam sunnah Rasul.
Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang
harus dihadapinya, bahkan beban-beban yang semestinya dipikul oleh
pria. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk berterima
kasih kepada ibu, berbakti kepadanya, dan santun dalam bersikap
kepadanya. Kedudukan ibu terhadap anak-anaknya lebih didahulukan
daripada kedudukan ayah. Ini disebutkan dalam firman Allah,
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu
akan kembali.” (QS. Luqman: 14)
Begitu pula dalam firman-Nya, “Kami perintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandung dan menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai
Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku
bajik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi,
“Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu
bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.”
Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab,
“Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa ash-Shilah no. 2548)
Dari hadits di atas, hendaknya besarnya bakti kita kepada ibu tiga
kali lipat bakti kita kepada ayah. Kemudian, kedudukan isteri dan
pengaruhnya terhadap ketenangan jiwa seseorang (suami) telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan rasa kasih dan
sayang di antara kalian.” (QS. Ar-Rum: 21)
Al-Hafizh Ibnu Katsir -semoga Alah merahmatinya- menjelaskan pengertian firman Allah: “mawaddah wa rahmah” bahwa mawaddah adalah rasa cinta, dan rahmah adalah rasa kasih sayang.
Seorang pria menjadikan seorang wanita sebagai istrinya bisa karena
cintanya kepada wanita tersebut atau karena kasih sayangnya kepada
wanita itu, yang selanjutnya dari cinta dan kasih sayang tersebut
keduanya mendapatkan anak.
Sungguh, kita bisa melihat teladan yang baik dalam masalah ini dari
Khadijah, isteri Rasulullah, yang telah memberikan andil besar dalam
menenangkan rasa takut Rasulullah ketika beliau didatangi malaikat
Jibril membawa wahyu yang pertama kalinya di goa Hira’. Nabi pulang ke
rumah dengan gemetar dan hampir pingsan, lalu berkata kepada Khadijah, “Selimuti
aku, selimuti aku! Sungguh aku khawatir dengan diriku.” Demi melihat
Nabi yang demikian itu, Khadijah berkata kepada beliau, “Tenanglah.
Sungguh, demi Allah, sekali-kali Dia tidak akan menghinakan dirimu.
Engkau adalah orang yang senantiasa menyambung tali silaturahim,
senantiasa berkata jujur, tahan dengan penderitaan, mengerjakan apa
yang belum pernah dilakukan orang lain, menolong yang lemah dan membela
kebenaran.” (HR. Bukhari, Kitab Bad’ al-Wahyi no. 3, dan Muslim, Kitab al-Iman no. 160)
Kita juga tentu tidak lupa dengan peran ‘Aisyah. Banyak para
sahabat, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, menerima hadits
darinya berkenaan dengan hukum-hukum agama. jadi sesungguhnya wanita memang sangat mulia dan sangat harus di hormati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar